Sewindu Gerakan Restorasi Sungai Indonesia, Tanpa Ketua Tapi Andalkan Network

- Kamis, 22 Desember 2022 | 15:10 WIB
Agus Maryono bersama Kepala BBWS Bengawan Solo Maryadi Utomo pada Festival Bendung Tirtonadi Solo.  (SMSolo/dok)
Agus Maryono bersama Kepala BBWS Bengawan Solo Maryadi Utomo pada Festival Bendung Tirtonadi Solo. (SMSolo/dok)

YOGYAKARTA, suaramerdeka-solo.com – Tahun 2022 ini, sewindu sudah Gerakan Restorasi Sungai Indonesia (GRSI) digaungkan ke seluruh wilayah di Tanah Air. Gerakan tersebut mengandalkan jaringan atau network dan tidak terfokus pada satu figur.

Hal itu diungkapkan Dr Agus Maryono, pakar dengan gerakan memanen air hujan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Dia sangat berharap, GRSI semakin meluas dan berdampak positif bagi sungai-sungai di Tanah Air.

‘’Tahun ini, Sewindu GRSI. Dulu, GRSI dimulai 2014, ditandai dengan konsolidasi dari gerakan-gerakan yang muncul tahun 2000-an seperti di Code, Ciliwung, Makasar dan banyak lagi, jadi 2014 dianggap sebagai awal munculnya GRSI,’’ ujar Agus Maryono.

Baca Juga: Hanyut di Sungai, Perempuan di Klaten Ditemukan Selamat 400 Meter dari TKP

Diawali dari Yogyakarta, saat UGM bersama Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak menggelar kesepakatan bersama tentang Gerakan Restorasi Sungai Indonesia sebagai Gerakan network melalui Whatsapp Grup GRSI nasional.

‘’Setelah itu, tiap daerah membentuk GRSI, ada di Solo, Bogor, Malang dan lainnya, hingga mencapai 78 grup WA. Memang dari sekian banyak grup WA GRSI ada yang aktif dan ada yang tidak,’’ ujar Agus Maryono.

Menurutnya, GRSI itu bebas karena yang diutamakan adalah semangatnya, tapi organisasinya tanpa ketua dan masing-masing daerah bebas akan melakukan apa, bentuknya pun berbeda-beda.

Baca Juga: Relawan Klaten Menyerbu Sampah Bambu di Sungai Dengkeng

‘’Kalau di Klaten ada Sekolah Sungai Klaten, di Sulawesi ada organisasinya juga yang semua bermuara pada gerakan restorasi sungai. Tak terasa sudah 8 tahun GRSI, tapi tanggalnya tidak di-fix-kan karena akumulasi yang terjadi tahun 2014 dengan konsolidasi,’’ imbuh dia.

Tahun 2015 ada deklarasi GRSI di Yogyakarta sebagai pembuka. Dampaknya pun bagus, bisa dilihat kondisi Kali Code yang tahun 1999 seperti apa, kini menjadi seperti apa. Ciliwung Depok ke atas juga sudah bagus. Di Medan dan Bali juga bergerak, meski nama grupnya berbeda-beda tapi semua hidup.

‘’Saat ini Kongres Sungai Indonesia sudah 3 kali digelar, Kongres GRSI juga sudah 3 atau 4 kali diadakan, bahkan saat pandemi covid pun tetap jalan. Roh gerakan restorasi sungai sudah muncul,’’ ujar dia.

Baca Juga: Ponjong Gunung Kidul Banjir. Sungai Ponjong dan Karangmojo Meluap. Tiga Orang Dikabarkan Hanyut

Gerakan itu Klaten diawali tahun 2016, ketika BLH menggelar kegiatan dengan mendatangkan Agus Maryono sebagai nara sumber. Gerakan di Klaten bagus, ada Sekolah Sungai Klaten dan Srikandi Sungai.

Klaten juga didukung sejumlah tokoh dan akademisi, seperti guru besar UGM Prof Suratman. GRSI adalah sebuah Gerakan dengan ruhnya untuk restorasi sungai agar bersih, lestari, aman dan produktif.

‘’Ruh gerakan ini lari kemana-mana, inilah bagusnya network. Jangan satu orang dikasih tanggung jawab, tapi semua bergerak. Kalau pun ada ketua itu untuk melancarkan aktivitas, jangan apa-apa tergantung ketua,’’ tegas dia.

Halaman:

Editor: Setyo Wiyono

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X