Oleh: Joko Yuliyanto
Penggagas Komunitas Seniman NU, penulis buku dan naskah drama, aktif menulis opini di media daring dan luring
PARTAI Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan sedang diterpa konflik internal.
Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) tidak lagi “dianggap” kader partai oleh Ketua DPD PDI Perjuangan Jateng, Bambang Wuryanto.
Perseteruan memuncak ketika Ganjar tidak diundang dalam acara internal partai (pengarahan kader PDI Perjuangan) oleh Puan Maharani di Semarang.
Alasannya, karena Ganjar dianggap kelewatan dalam ambisinya menjadi presiden 2024.
Intensitas “kampanye” yang dilakukan di media sosial mendapat sorotan dari DPD PDI Perjuangan karena terkesan keminter.
Sindiran juga muncul dari Puan Maharani yang menegaskan bahwa pemimpin hendaknya kerja di lapangan, bukan hanya di media sosial.
Baca Juga: Isu Foto Selfie dan KTP Dijual, Bareskrim Polri Turun Tangan
Selama ini PDI Perjuangan menjadi partai yang terkenal kokoh membina kader sampai ke tingkat ranting.
Ojo Pedot Oyot (jangan putus akar), memiliki makna untuk setia kepada sumber atau asal, serta jangan melupakan akar sejarah.
Kekuatan partai terhadap pembinaan kader, akhirnya menjadikan PDI Perjuangan unggul perolehan suara pada pemilu 2014 dan 2019.
Kemunculan tokoh-tokoh yang dikesankan “merakyat” juga menambah daya jual partai meluluskan kader-kadernya melenggang menjadi pemimpin daerah hingga presiden.
Sejak munculnya tipe kepimpinan seperti Jokowi, banyak kader PDI Perjuangan bermunculan dengan metode pendekatan serupa.
Baca Juga: Terlalu! Usai Pelantikan, Perangkat Desa Dokoro Joget-joget Tanpa Masker