Genom dan Presisi Terhadap Penyakit

- Senin, 6 Februari 2023 | 08:48 WIB
Suranto Tjiptowibisono (dok)
Suranto Tjiptowibisono (dok)

Baca Juga: Wahyu Cakraningrat dalam Muktamar Ke-48 Muhammadiyah

Bagaimanapun, pada strain Delta Covid-19, gen yang harus bertanggung jawab terhadap “severity” atau keparahan pasien menjadi penciri utama dari varian ini. Sedangkan varian Omicron, gen yang bertanggung jawab terhadap cepatnya penularan (transmisi) menjadi pencirinya.

Strain Omicron mempunyai sifat transmisi yang luar biasa cepat menular, tetapi keparahan (severity) tidak terjadi, hanya “Mild symptom” dan tentu dapat segera diatasi. Sebaliknya pada varian Delta, ternyata tingkat keparahan tinggi, sedangkan tingkat penularannya rendah.

Penyelesaian suatu penyakit berdasarkan Symptom/gejala, pada saat sekarang bukan satu-satunya teknik ideal yang harus dilakukan. Karena ketahanan seseorang terhadap infeksi penyakit tertentu dapat berbeda-beda untuk satu orang dan lainnya.

Baca Juga: Pengembangan Pembelajaran Berbasis Riset di Perguruan Tinggi

Dengan demikian butuh deteksi jenis penyakit pada titik tertentu, di mana penyakit itu berada dan di bawah kontrol gen apa? Atau pembawa sifat spesifik pada organ tubuh manusia akan menjadi kunci utama keberhasilan di era molekuler di bidang kesehatan dewasa ini?

Penanganan Secara Presisi

Data genom-DNA lengkap manusia dapat digunakan untuk menguji dan menganalisa suatu penyakit tertentu. Caranya, membandingkan urutan DNA organ sakit dibandingkan organ sehat.

Lebih detail lagi dapat dicermati dan dideteksi terjadinya mutasi pada beberapa basa di sejumlah asam-amino pada gen yang diuji.

Berapa totalitas urutan basa penyusun triplet kodon penyandi asam amino pembentuk protein berubah, yang akan berakibat asam amino baru, yang terbentuk berbeda dengan aslinya? Atau perubahan tersebut tidak mengakibatkan perubahan asam amino?

Baca Juga: Menebarkan Pustaka Maya

Jika kemungkinan terjadinya perubahan (atau mutasi) pada basa triplet kodon tidak mampu mengubah asam amino, maka mutasi tersebut bisa disebut “Silent mutation”.

Tetapi jika perubahan satu dari tiga basa tersebut menghasilkan asam amino baru, maka mutasi ini akan benar-benar mengubah asam amino yang ada, dan biasanya akan dapat berpengaruh negatif seperti virulensi yang meningkat dari penyakit bersangkutan.

Maka, virulensi suatu penyakit dapat dideteksi dengan mencermati dan menganalisa terjadi mutasi yang mengubah asam amino pada gen bersangkutan.

Bahkan pada kasus terjadinya penyakit pada manusia seperti kanker rahim (ovarium) dan payudara ternyata ditemukan adanya mutasi pada gen BRCA1/BRCA2 seperti pengakuan yang disampaikan selebritis/artis Angelina Jolie.

Halaman:

Editor: Setyo Wiyono

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Genom dan Presisi Terhadap Penyakit

Senin, 6 Februari 2023 | 08:48 WIB

Keamanan Digital

Rabu, 11 Januari 2023 | 16:30 WIB

Implementasi Kurikulum Merdeka

Senin, 5 Desember 2022 | 16:27 WIB

Wahyu Cakraningrat dalam Muktamar Ke-48 Muhammadiyah

Kamis, 10 November 2022 | 11:18 WIB

Platform Merdeka Mengajar

Rabu, 2 November 2022 | 16:34 WIB

LaDaRa Indonesia

Jumat, 12 Agustus 2022 | 13:44 WIB

Menebarkan Pustaka Maya

Selasa, 26 Juli 2022 | 15:36 WIB

NU, PKS dan Kitab Kuning

Rabu, 8 Juni 2022 | 11:25 WIB

Assesmen Nasional Pendidikan

Kamis, 28 April 2022 | 10:27 WIB

Membangun 'Kemesraan' NU-PKS

Senin, 11 April 2022 | 15:05 WIB

Akselerasi Transformasi Digital Pendidikan

Jumat, 8 April 2022 | 16:50 WIB

Menyambut SPBE Kemendikbudristek

Sabtu, 12 Maret 2022 | 20:21 WIB

Menanti Wamendikbud Ristek

Kamis, 17 Februari 2022 | 14:01 WIB
X