SOLO, suaramerdeka-solo.com - Restorative justice merupakan salah satu bagian dari hukum progresif pada penyelesaian perkara tindak pidana dalam kasus penyalahguna narkotika untuk diri sendiri.
Selain itu, restorative justice juga menjadi jawaban atas ketidakefektifan pemberian pidana penjara pada penyalahguna narkotika untuk diri sendiri.
Hal itu mengemuka dalam webinar nasional dengan mengangkat tema “Implementasi Restorative Justice dalam Penanganan Kasus Narkotika terhadap Penyalahgunaan Narkotika untuk Diri Sendiri” yang digelar Moot Court Community (MCC) Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Baca Juga: Karambol, Microbus Omprengan Seruduk Dua Mobil dan Sepeda Motor
Ketua Divisi Kajian MCC, Lefri Mikhael mengatakan Webinar ini merupakan salah satu upaya dalam mendiseminasikan informasi mengenai berbagai isu hukum yang aktual bagi masyarakat.
Hal itu bertujuan untuk memberikan pencerdasan hukum. Tema ini diangkat untuk memberikan pemahaman lebih dalam baik dari sisi akademisi maupun praktisi secara akurat dan detail terkait implementasi restorative justice.
Terdapat tiga narasumber yang dihadirkan dalam webinar ini, yaitu Dr. Muhammad Rustamaji (Dosen FH UNS), Galuh Wahyu Kumalasari, M.H. (Hakim Pengadilan Negeri Tais), dan Arga Adhitya Wardhana, S.H. (Penyidik Muda Pemberantasan BNNK Surakarta).
Baca Juga: Kasus Aktif Covid-19 di Solo Tembus 1.000 Kasus
Dr. Muhammad Rustamaji berpendapat bahwa restorative justice merupakan implementasi dari asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Selain itu juga dapat menjadikan pidana penjara sebagai ultimum remedium, yaitu sebagai hukuman terakhir setelah restorative justice dengan rehabilitasi tidak dapat dilakukan lagi.
Galuh Wahyu Kumalasari MH Ia mengatakan bahwa konsep restorative justice dalam penanganan perkara penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri, telah diwadahi oleh Mahkamah Agung (MA).
Dalam hal ini, MA berperan sebagai salah satu institusi tertinggi peradilan di Indonesia.
Baca Juga: Vaksinasi Anak-anak di Sragen Mencapai 91,92 Persen dan 80,05 Persen
Restorative justice juga diatur dalam SK Dirjen Badan Peradilan Umum (Badilum) Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Restorative Justice di Lingkungan Peradilan Hukum.
Dalam menilai suatu perkara, lanjutnya, hakim dapat melihat bebeberpa parameter dapat menerapkan restorative justice.
Artikel Terkait
Temuan KNKT Tunjukkan Rem Bus yang Tabrak Tebing di Imogiri Bantul Berfungsi Normal
Diserbu Peminat, Program Biro Jodoh Kemenag Solo Jadikan Aku Halalmu, Berlanjut
Seluruh Petugas Rutan Surakarta Jalani Tes Urine