SOLO, suaramerdeka-solo.com - Dengan pelan perahu kerajaan berhiaskan canthik Rajamala itu menyusuri sebuah sungai besar. Di atasnya, empat penari larut dalam irama Srimpi Ludiramadu.
Bersama bau anggur para bangsawan yang menebarkan aroma khas-nya, perahu semakin laju dalam pelukan sungai hingga tapal batas daratan.
Itulah secarik catatan yang pernah terjadi di Bengawan Solo dalam sejarah tutur masyarakat Jawa. Ketika itu, masa SISKS Paku Buwono IV (1788-1820), Bengawan Solo masih menjadi alat transportasi pilihan.
Baca Juga: Persiapan Pemenangan Pemilu 2024 di Semarang, Ganjar Pranowo Ditinggal PDIP
Tak terkecuali bagi Keraton Surakarta Hadingrat, dengan perahu-perahu kerajaannya yang tentu akan berbeda dengan perahu kebanyakan.
Dahulu, sungai besar ini memang pernah menjadi urat nadi penting perekonomian masyarakat di sekitarnya. Setiap saat perahu pedagang penuh muatan hilir mudik.
Baca Juga: Permohonan Banding Ferdy Sambo Ditolak Komisi KKEP. Sambo Dipecat!
Sebelum kemudian bersandar di pelabuhan atau pun juga bandar yang tersebar hingga ke anak-anak sungainya. Inilah memang sejarah yang pernah terjejakkan di Bengawan Solo.
Maestro keroncong almarhum Gesang Martohartono bahkan pernah mendeskripsikan tentang betapa hidupnya sungai besar tersebut lewat lagu berjudul Bengawan Solo.
Baca Juga: Viral! Pengguna Fortuner Plat Merah Todongkan Pistol di Tol Jagorawi
Artikel Terkait
Bengawan Solo Tercemar Limbah Ciu, PDAM Solo Setop Operasi IPA Semanggi
Cemari Bengawan Solo, Industri Ciu Butuh Dukungan Stakeholder untuk Olah Limbah
Polres Sukoharjo Tetapkan Dua Tersangka Pembuang Limbah Ciu ke Bengawan Solo
Menjadi Maskot ASEAN Para Games 2022 di Solo, Apa Itu Rajamala?