Guru Besar UMS, Aidul Fitri: Perpu Ciptaker Kebijakan Otoriter!

- Rabu, 4 Januari 2023 | 07:05 WIB
Guru Besar Ilmu Hukum UMS, Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari SH, MHum mengomentari soal Perpu Ciptaker yang dinilai sebagai kebijakan otoriter, Selasa (3/1). (SMSolo/dok)
Guru Besar Ilmu Hukum UMS, Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari SH, MHum mengomentari soal Perpu Ciptaker yang dinilai sebagai kebijakan otoriter, Selasa (3/1). (SMSolo/dok)

SOLO, suaramerdeka-solo.com - Di penghujung tahun 2022, Perpu Cipta Kerja muncul dan menimbulkan pertanyaan publik. Bahkan ada yang menuding otoriter.

Salah satunya asas partisipasi bermakna dalam Perpu Cipta Kerja. Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari, SH, MHum, mempertanyakan asa tersebut.

Dia menanggapi putusan Pemerintah Indonesia yang telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perpu Ciptaker) yang dinilai sebagai kebijakan otoriter.

Baca Juga: 4.000 Kue Keranjang Bakal Dibagikan saat Grebeg Sudiro 2023 di Solo

Menurut Ketua Komisi Yudisial periode 2016 hingga 2018 itu, terdapat dua kritik utama yang muncul di tengah publik terhadap penerbitan Perpu Ciptaker. Yaitu sebagai bentuk kebijakan otoriter pemerintah dan pelibatan masyarakat dalam pembentukan perpu.

"Pertama, tindakan Pemerintah tersebut merupakan bentuk kebijakan otoriter dan pembangkangan terhadap konstitusi. Ke dua, penerbitan Perpu Ciptaker bertentangan dengan perintah MK untuk memperbaiki proses pembentukan UU Ciptaker berdasarkan asas partisipasi yang bermakna," kata Prof Aidul Fitri yang juga Kaprodi Magister Ilmu Hukum UMS tersebut, Selasa (3/1).

Baca Juga: Geger Keraton Solo. 10 Tahun Tidak Bertemu, Gusti Moeng Bertemu Sinuhun PB XIII Hangabehi. Rekonsiliasi?

Penerbitan Perpu Ciptaker itu, menurutnya, sebagai langkah drastis yang dilakukan Pemerintah tanpa melalui prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah diatur oleh DPR.

Dia memaparkan, peraturan pembentukan Perpu diatur dalam Pasal 22 UUD 1945, di mana Presiden memiliki hak untuk menetapkan Perpu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa tetapi tetap berdasarkan izin dari DPR.

Baca Juga: Proyek Gedung Pertemuan Sukoharjo, Kontraktor Cabut Kasasi dan Ajukan Gugatan Baru

DPR dapat menyetujui atau menolak Perpu jika berpedoman pada Putusan MK Putusan Nomor 198/PUU-VII/2009

Tidak ada keterlibatannya DPR dalam pembentukan Perpu Ciptaker ini, lanjutnya, menjadi lubang dalam prosedur pembentukan perpu sehingga perpu hanya menjadi parameter subjektif dari pemerintah saat ini.

Baca Juga: Kerugian Melonjak Jadi Rp 6,1 Miliar, Dampak Kematian Massal Ikan di Waduk Kedungombo

"Dengan adanya parameter objektif yang ditafsirkan MK dan harus menjadi pedoman bagi DPR untuk menyetujui atau menolaknya, maka penetapan Perpu bukan lagi tindakan otoriter karena terdapat pembatasan yang ditetapkan oleh Konstitusi, lewat wakil rakyat," kata Aidul Fitri.

Selain menjadi salah satu bentuk kebijakan otoriter, tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia juga tidak mengindahkan asas partisipasi bermakna dalam pembentukan perpu.

Halaman:

Editor: Heru Susilo

Tags

Artikel Terkait

Terkini

13 Pengacara Bambang Tri Mulyono Mundur

Selasa, 21 Maret 2023 | 15:44 WIB

Jelang Pemilu, PKB Solo Siapkan 150 Hacker Muda

Selasa, 7 Maret 2023 | 14:56 WIB
X