SOLO, suaramerdeka-solo.com - Pembongkaran Benda Cagar Budaya (BCB) Pendapa Kepatihan Mangkunegaran Solo yang kini telah rata dengan tanah, menuai sorotan tajam.
Betapa tidak?! Sebagai bangunan bersejarah peninggalan Mangkunegara VII, Pendapa Kepatihan Mangkunegaran memiliki jejak sejarah panjang.
Situs kebudayaan.kemdikbud.go.id tentang bangunan-bangunan penyiaran di Surakarta menyebut bahwa Kepatihan Mangkunegaran terkait dengan perkumpulan kesenian Jawa, Javaanese Kunstkring Mardi Raras Mangkunegaran, yang mempunyai Pemancar Radio Ketimuran bernama Perkumpulan Karawitan Mardi Raras Mangkunegaran (PK2MN) di bawah asuhan Mangkunegara VII.
Baca Juga: Tanpa Izin Pemkot, Cagar Budaya Pendapa Kepatihan Mangkunegaran Solo Dibongkar
“Pemancar radio yang bersifat amatir tersebut di dalam kegiatannya belum dapat menyelenggarakan siaran secara tetap layaknya sebuah radio siaran,” tulis situs tersebut.
Saat itu radio amatir menyiarkan karawitan dari Kepatihan Mangkunegaran, ketoprak dan wayang orang di Taman Balekambang kawasan Manahan, sehingga khalayak bisa menikmati kesenian tersebut.
Lantaran PK2MN dirasa kurang memuaskan, pengurusnya lantas membentuk perhimpunan siaran radio, Solose Radio Vereneging (SRV), pada 1 April 1933.
Baca Juga: Cagar Budaya Pendapa Kepatihan Mangkunegaran Solo Dibongkar, Ini Kata Mangkunegara X
“Sejak saat itu semangat keradioan bangsa Indonesia sendiri semakin kuat,” tulis laman tersebut.
Pada 15 Januari 1935, SRV mengadakan kongres yang menghasilkan keputusan bahwa SRV harus memiliki gedung studio yang memadai untuk menyelenggarakan siarannya.
Sri Paduka Mangkunegoro VII menghadiahkan sebidang tanah seluas kurang lebih 5.000 meter persegi di jalan Marconi 1 atau jalan Abdul Rachman Saleh No 51 Surakarta.
Baca Juga: Erick Tohir Tunjuk Raja Pura Mangkunegaran Solo, KGPAA Mangkunegara X Jadi Komisaris PT KAI
Tanggal 29 Agustus 1936 gedung studio SRV diresmikan oleh putri Sri Paduka Mangkunegoro VII, Gusti Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Koesoema Wardhani.
Sejalan dengan revolusi nasional, bangsa Indonesia berusaha merebut dan menguasai radio-radio yang ada, termasuk pemancar radio SRV. Akhirnya pada 11 September 1945 di Jakarta lahir Radio Republik Indonesia (RRI), beranggotakan 8 radio bekas Hoso Kyoku.
Delapan anggota radio tersebut berlokasi di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Solo, Purwokerto, Malang dan Surabaya.
Artikel Terkait
Sempat Ditutup Dampak Geger Dua kubu di Keraton, Akhirnya Wisata Keraton Solo Dibuka Kembali
Geger Keraton Solo. 10 Tahun Tidak Bertemu, Gusti Moeng Bertemu Sinuhun PB XIII Hangabehi. Rekonsiliasi?
Usai Berdamai, LDA dan PB XIII Hangabehi Minta Gibran Segera Revitalisasi Keraton Solo
Dibongkar Tanpa Izin Pemkot Solo, Begini Terkini Kondisi Cagar Budaya Pendapa Kepatihan Mangkunegaran
Sekeluarga Ditemukan Terkapar dengan Mulut Berbusa, 2 Orang Tewas
Pemulung Penculik Bocah di Gunung Sahari Ternyata Punya Hasrat Seksual pada Anak-anak